Ketika Nama Besar Tak Menjamin Kesuksesan

Dalam dunia sepak bola, pelatih top sering kali menjadi sorotan utama, terutama saat mereka gagal membawa timnya melangkah jauh di turnamen besar. Meskipun mereka datang dengan reputasi dan pengalaman panjang, satu hasil buruk bisa mengubah segalanya. Tidak jarang, kegagalan ini berujung pada pemecatan atau keputusan untuk mengundurkan diri.

Musim panas 2024 menyaksikan banyak pelatih elite yang harus angkat kaki lebih cepat dari turnamen seperti Euro dan Copa América. Kini, memasuki Transfer Musim 2025, nasib mereka kembali menjadi perbincangan hangat di bursa pelatih. Lantas, bagaimana kelanjutan karier para pelatih yang pernah berada di puncak dunia itu?

Roberto Mancini: Dari Juara Eropa ke Pintu Keluar

Roberto Mancini pernah dielu-elukan sebagai pahlawan Italia setelah membawa Gli Azzurri menjuarai Euro 2020. Namun, ketika gagal membawa Italia lolos ke Piala Dunia 2022 dan performa buruk di Euro 2024, tekanan pun datang dari berbagai arah.

Meski awalnya bertahan dan mendapatkan dukungan federasi, hasil negatif yang beruntun membuat Mancini akhirnya memilih mundur. Kini, namanya dikaitkan dengan beberapa klub Timur Tengah yang tertarik menawarkan proyek jangka panjang dengan gaji fantastis.

Hansi Flick: Kebangkitan yang Tertunda

Setelah sukses luar biasa bersama Bayern Munich, Hansi Flick diharapkan mampu mengangkat timnas Jerman. Sayangnya, harapan itu jauh dari kenyataan. Gagal total di Piala Dunia dan kemudian tersingkir lebih awal dari Euro 2024, membuat DFB tak punya pilihan selain mengakhiri kerjasama.

Hansi Flick kini beristirahat dari dunia kepelatihan. Namun kabarnya, beberapa klub Premier League dan La Liga tengah memantau situasinya. Banyak yang menilai bahwa ia hanya butuh waktu untuk kembali bangkit, dan Transfer Musim 2025 bisa menjadi titik baliknya.

Gareth Southgate: Loyalitas yang Berakhir Pahit

Gareth Southgate membawa Inggris ke final Euro 2020 dan semifinal Piala Dunia 2018. Namun, saat gagal total di Euro 2024 dengan skuad bertabur bintang, kritik keras datang bertubi-tubi. Southgate dikenal sebagai pelatih yang loyal dan idealis, tapi tak mampu mengubah nasib Inggris di saat krusial.

Federasi Inggris sempat mempertahankan Southgate, namun tekanan media dan publik membuatnya memilih mundur. Kini, ia lebih sering terlihat sebagai komentator dan analis, meskipun beberapa sumber menyebutkan ia diminati oleh klub MLS untuk proyek jangka panjang.

Didier Deschamps: Masa Keemasan yang Mulai Redup

Perjalanan Didier Deschamps sebagai pelatih timnas Prancis sangat gemilang. Juara Piala Dunia 2018 dan finalis 2022 adalah pencapaian yang luar biasa. Namun, kekalahan mengejutkan di babak 16 besar Euro 2024 menjadi tanda tanya besar.

Meskipun Deschamps tidak langsung dipecat, tekanan internal mulai meningkat. Hingga kini, Deschamps masih menjabat, namun desakan agar Zinedine Zidane mengambil alih kursi kepelatihan semakin kuat. Banyak pihak menilai, jika Prancis gagal di Nations League 2025, itu bisa menjadi akhir era Deschamps.

Tite: Patah Hati di Dua Turnamen

Sebagai pelatih Brasil, Tite mengandalkan filosofi permainan ofensif. Namun, dua kegagalan beruntun di Piala Dunia dan Copa América membuat posisinya goyah. Setelah Copa América 2024, Tite memutuskan mundur dan menyatakan ingin istirahat dari sepak bola.

Namun, dalam beberapa bulan terakhir, rumor mengaitkan Tite dengan klub besar di Eropa dan Amerika Selatan. Klub seperti Flamengo dan Benfica dikabarkan tertarik dengan pengalaman serta pendekatan taktisnya yang modern.

Strategi Klub dalam Menilai Pelatih Gagal

Bukan hanya pelatih nasional yang terkena imbas kegagalan. Beberapa pelatih top di level klub juga mengalami nasib serupa. Kegagalan di Liga Champions atau tersingkir dini dari kompetisi domestik sering kali menjadi penentu nasib mereka.

Namun tren baru mulai terlihat: alih-alih langsung memecat, beberapa klub memilih mengevaluasi secara jangka panjang. Filosofi pelatih, relasi dengan pemain, dan rencana masa depan menjadi pertimbangan utama. Dengan demikian, pelatih seperti Erik ten Hag atau Xavi Hernández yang sempat dikritik, masih diberi kepercayaan penuh.

Apa yang Menentukan Karier Selanjutnya?

Ada beberapa faktor utama yang menentukan nasib pelatih setelah kegagalan besar:

  • Reputasi dan Prestasi Masa Lalu: Pelatih dengan sejarah sukses cenderung lebih mudah mendapatkan kesempatan kedua.

  • Hubungan dengan Media dan Publik: Pelatih yang memiliki citra baik, seperti Southgate atau Tite, cenderung tidak terlalu dibenci meski gagal.

  • Kesiapan Proyek Baru: Beberapa pelatih memilih proyek yang cocok secara personal, bukan hanya dari segi finansial.

Dalam konteks Transfer Musim 2025, klub-klub besar kini lebih berhati-hati dalam memilih pelatih. Mereka bukan hanya mencari nama besar, tapi juga pelatih yang mampu membangun jangka panjang, menghadapi tekanan media, dan menjaga ruang ganti tetap harmonis.

Penutup: Dari Kegagalan Menuju Kesempatan Baru

Kegagalan dalam turnamen besar bukan akhir dari segalanya bagi pelatih top dunia. Banyak dari mereka yang justru tumbuh lebih matang, mengembangkan pendekatan baru, dan kembali dengan semangat berbeda.

Musim 2025 akan menjadi penentu apakah nama-nama seperti Mancini, Flick, atau Southgate masih relevan di level tertinggi. Yang pasti, dunia sepak bola tak pernah berhenti berputar, dan para pelatih ini masih memiliki banyak pelajaran dan kejutan untuk diberikan.